Skip to main content

Posts

Showing posts with the label KPK

Apa itu Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) & Perjanjian Kerja Watu Tidak Tertentu (PKWTT)?

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu. Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 57 Ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis dan mempunyai 2 kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu Pasal 56 Ayat (2) UU No. 13 tahun 2003. Secara limitatif, Pasal 59 menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu  pekerjaan yang sekali selesai  atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun, pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan ...

MACAM MACAM ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENJALANKAN PIDANA

Alasan hapusnya kewenangan menjalankan pidana menurut KUHP ialah kewenangan menjalankan pidana tersebut dapat hapus karena beberapa hal, yaitu : Matinya terdakwa (Pasal 83) Kadaluwarsa (pasal 84-85) Tenggang waktu kadaluwarsa adalah sebagai berikut : Semua pelanggaran kadaluwarsanya 2 tahun                                                               Kejahatan percetakan kadaluwarsanya 5 tahun                                                               Kejahatan lainnya kadaluwarsanya sama dengan kadaluwarsa penuntutan ditambah 1/3 Pidana mati tidak ada kadaluwarsa

DEPONERING AS DAN BW, JALAN KELUAR YANG DIPAKSAKAN?

Dalam Pasal 35 huruf C UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Seponering –biasa dikenal deponering- merupakan kewenangan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Namun, bukan berarti seponering menjadi jalan keluar yang dipaksakan dalam penegakan hukum. Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dalam siaran persnya, Jumat (4/3). Menghentikan perkara di tingkat penuntutan merupakan hak prerogratif Jaksa Agung. Hal itu sesuai, Pasal 16 menyatakan, “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum”. Menurut Fadli, implementasi frasa ‘demi kepentingan umum’ dalam mengesampingkan perkara mesti menjadi dasar pertimbangan mendalam dan cermat. “Itu satu tarikan nafas. Tafsir frase ini jangan subyektif tetapi obyektif, yang dimengerti oleh khalayak umum apa yang jadi 'demi kepentingan umum',” ujarnya.