Skip to main content

ASPEK HUKUM LARANGAN BERJILBAB


Dalam dunia kerja di Indonesia banyak sekali hal-hal yang menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh pekerja,  misalnya dalam hal berpakaian, masih sering sekali ditemukan larangan mengenakan hijab /Jilbab untuk kaum muslimah, hal ini membuktikan bahwa ketidaksehatan dunia kerja di Indonesia yang mengacu bahkan cenderung SARA.

Padahal dalam hal ini pemerintah sudah mengaturnya di dalam perundang-undangan, dalam pasal 4 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi  untuk memperoleh pekerjaan”. Dalam hal ini dijelaskan pula tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Jelas sudah seharusnya hal ini harus dipatuhi dan dimengerti oleh setiap pelaku usaha baik WNI maupun WNA yang melakukan usahanya di wilayah Negera Indonesia. Dalam pasal 2 UU Ketenagakerjaan dijelaskan pula bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Lalu bila pengusaha melarang pekerja/buruhnya untuk mengenakan jilbab, itu  merupakan pelanggaran dari pasal 5  dan 6 UU Ketenagakerjaaan dan dapat dikenakan sanksi Administratif memurut pasal 190 ayat 1 & 2 UU Ketenagakerjaan dengan urutan :

1.       Teguran
2.       Peringatan Tertulis
3.       Batasi Usaha
4.       Pembekuan Usaha
5.       Pembatalan Persetujuan
6.       Pembatalan Pendaftaran
7.       Menstop Alat Produksi
8.       Pencabutan Izin

Maka jelaslah sudah, setiap pekerja/buruh tidak boleh di perlakukan secara diskriminasi, oleh karena itu setiap pengusaha yang menjalankan usahanya di seluruh wilayah NKRI wajib mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.

Demikianlah penjelasan tentang hak pekerja yang diatur dalam pasal 5 & 6 UU ketenagakerjaan, semoga bermanfaat. Bila ada pertanyaan-pertanyaan silakan kirim ke Nevada.bagas@gmail.com.


Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuat Surat Izin Prakti di DPMPTSP Kab. Tangerang

Surat izin praktik (SIP) merupakan syarat wajib bagi Nakes (Tenaga Kesehatan) dan Named (Tenaga Medis) untuk melakukan praktik baik secara mandiri maupun di Fasilitas Layanan Kesehatan (fasyankes). Hal tersebut telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia dimana sudah kita bahas pada artiker sebelumnya. Untuk pembuatan surat izin praktik (SIP) mengacu pada ketentuan undang-undang No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan dimana syarat untuk mendapatkan surat izin praktik (SIP) hanya ada 2, yaitu STR yang masih berlaku dan tempat praktik. Namun kewenangan penerbitan surat izin praktik (SIP) berada pada pemerintah masing-masing daerah melalui dinas penanaman modal dan pelayanan satu pintu  (DPMPTSP) melalui sistem yang terintegrasi bersama dinas kesehatan kab./kota. Dalam proses penerbitan surat izin praktik (SIP), masing-masing pemerintah daerah mempunyai aturan syaratnya sendiri dan tak heran kita akan temui syarat yang berbeda-beda dalam proses tersebut di masing-masing ...

PERTAMBANGAN PASIR LIAR DI KLATEN

Peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dalam pembangunan, peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkatkan pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.                 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) “Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat” . Untuk mengantisipasi ketentuan ini agar dapat mencapai sasaran, maka diundangkanlah Undang-undang No. 5 Tahun 1960, tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, yang populer dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), bahwa hak menguasai dari negara memberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penguasaan, persediaan dan pemeliharaan bumi dan ruang angka...

TINDAK PIDANA TERTENTU

Tindak pidana tertentu (TIPITER) Istilah tindak pidana tertentu atau TIPITER sebagaimana aturan Pasal-pasal yang dimuat dalam Buku II dan III Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), adalah meliputi tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Disebut sebagai tertentu karena tindak kejahatan yang dimaksud bukan delik pidana yang terjadi secara umum. Ada beberapa faktor diantaranya yang menjadikan sifat perbuatan menjadi tindak pidana tertentu yakni :   Faktor hubungan atau adanya kedekatan emosional antara pelaku dan korban sebelum terjadi tindak pidana. Faktor keadaan atau situasi pada tempat kejadian perkara (locus delicti).   Faktor obyek tindak pidana yang memiliki ciri khas dari kondisi umumnya. Faktor pemberatan pidana karena adanya gabungan tindak pidanan lain yang dilakukan secara bersama. BACA JUGA: YURISPRUDENSI Sebagai contoh, apabila peristiwa pencurian umum antara pelaku dan korbanya tidak pernah saling kenal atau tidak ada hubungan ke...