Skip to main content

EKSEPSI DAN BANTAHAN POKOK PERKARA

sumber : http://www.hetanews.com/images/20160119051134-pengadilan-belum-bisa-sediakan-berkas-persidangan-dengan-cepat.png
Eksepsi dalam konteks hukum acara bermakna tangkisan atau bantahan, dalam Bahasa belanda disebut Exceptie, dan dalam Bahasa Inggris disebut Exception. Bantahan atau tangkisan yang diajukan dalam bentuk eksepsi antara lain :

  • Menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang menyebabkan gugatan tidak sah, karenanya gugatan tidak dapat diterima.
  • Keberatan yang diajukan dalam bentuk eksepsi tidak ditujukan dan tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara.
  • Tujuan pokok dari pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Eksepsi bertujuan agar pengadilan Menjatuhkan putusan negative, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Berdasarkan putusan negative, pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung penyelesaian pokok perkara.

Cara Mengajulan Eksepsi

Untuk mengajukan eksepsi telah diatur dalam pasal 134 HIR, dan pasal 132 Rv. Yaitu :

1. Dapat diajukan tergugat setiap saat 
  • Selama proses pemeriksaan berlangsung di siding tingkat pertama (PN).
  • Tergugat dapat dan berhak mengajukannya sejak proses pemeriksaan dimulai sebelum putusan dijatuhkan.
2. Secara ex-officio hakim harus menyatakan diri tidak berwenang. Landasan Yuridiksi berkenaan dengan eksepsi kopetensi absolut.
  • Tergugat dapat menyatakannya setiap saat selama proses pemeriksan berlangsung.
  • Hakim secara ex-officio wajib menyatakan diri tidak berwenang mengadili perkara.
3. Dapat diajukan pada tingkat banding dan kasasi.
  • Pada dasarnya yuridiksi absolut merupakan persoalan ketertiban umum.
  • Tergugat dapat mengajukan eksepsi pada tingkat banding maupun kasasi yang dituangkan dalam memori banding dan kasasi. 

Cara dan saat pengajuan eksepsi kopetensi relative

Eksepsi kopetensi relative diatur dalam pasal 125 ayat (2) dan pasal 133 HIR, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bentuk pengajuan :
Berbetuk lisan, diatur pasal 133 HIR yang memberi hak kepada tergugat untuk mengajukan eksepsi kopetensi relative secara lisan karena UU mengakui keabsahanya berbentuk lisan.

Saat pengajuan eksepsi kopetensi relative :
Terdapat dalam pasal 125 ayat (2) dan pasal 133 HIR. Pengajuan eksepsi harus disampaikan : sidang pertama, mengajukan jawaban pertama terhadap materi pokok perkara.

Cara dan saat pengajuan eksepsi lain
  • Saat pengajuan diatur pasal 114 rv
  • Semua eksepsi kecuali kopetensi absolut harus disampaikan bersama-sama pada jawaban pertama terhadap pokok pertama.
  • Dengan ancaman, apabila tidak diajukan bersama pada jawaban pertama terhadap pokok perkara, hilang hak tergugat untuk mengajukan eksepsi.
  • Bentuk pengajuan : dapat dilakukan secara lisan & berbentuk tertulis

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuat Surat Izin Prakti di DPMPTSP Kab. Tangerang

Surat izin praktik (SIP) merupakan syarat wajib bagi Nakes (Tenaga Kesehatan) dan Named (Tenaga Medis) untuk melakukan praktik baik secara mandiri maupun di Fasilitas Layanan Kesehatan (fasyankes). Hal tersebut telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia dimana sudah kita bahas pada artiker sebelumnya. Untuk pembuatan surat izin praktik (SIP) mengacu pada ketentuan undang-undang No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan dimana syarat untuk mendapatkan surat izin praktik (SIP) hanya ada 2, yaitu STR yang masih berlaku dan tempat praktik. Namun kewenangan penerbitan surat izin praktik (SIP) berada pada pemerintah masing-masing daerah melalui dinas penanaman modal dan pelayanan satu pintu  (DPMPTSP) melalui sistem yang terintegrasi bersama dinas kesehatan kab./kota. Dalam proses penerbitan surat izin praktik (SIP), masing-masing pemerintah daerah mempunyai aturan syaratnya sendiri dan tak heran kita akan temui syarat yang berbeda-beda dalam proses tersebut di masing-masing ...

PERTAMBANGAN PASIR LIAR DI KLATEN

Peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dalam pembangunan, peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkatkan pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.                 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) ā€œBumi dan Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyatā€ . Untuk mengantisipasi ketentuan ini agar dapat mencapai sasaran, maka diundangkanlah Undang-undang No. 5 Tahun 1960, tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, yang populer dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), bahwa hak menguasai dari negara memberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penguasaan, persediaan dan pemeliharaan bumi dan ruang angka...

TINDAK PIDANA TERTENTU

Tindak pidana tertentu (TIPITER) Istilah tindak pidana tertentu atau TIPITER sebagaimana aturan Pasal-pasal yang dimuat dalam Buku II dan III Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), adalah meliputi tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Disebut sebagai tertentu karena tindak kejahatan yang dimaksud bukan delik pidana yang terjadi secara umum. Ada beberapa faktor diantaranya yang menjadikan sifat perbuatan menjadi tindak pidana tertentu yakni :   Faktor hubungan atau adanya kedekatan emosional antara pelaku dan korban sebelum terjadi tindak pidana. Faktor keadaan atau situasi pada tempat kejadian perkara (locus delicti).   Faktor obyek tindak pidana yang memiliki ciri khas dari kondisi umumnya. Faktor pemberatan pidana karena adanya gabungan tindak pidanan lain yang dilakukan secara bersama. BACA JUGA: YURISPRUDENSI Sebagai contoh, apabila peristiwa pencurian umum antara pelaku dan korbanya tidak pernah saling kenal atau tidak ada hubungan ke...