Skip to main content

Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Prosedur mediasi di pengadilan













Selain menyelesaikan perkara lewat jalur peradilan, adapula salah satu cara untuk menyelesikan sebuah perkara lewat jalur lain yaitu mediasi, namun pada prakteknya jarang sekali dijumpai. Di peradilan produk yang dihasilkan dalam penyelesaian sebuah perkara hampir  100% berupa putusan konvensional yang bercorak menang atau kalah. Jarang ditemukan penyelesaian berdasarkan konsep sama-sama menang (win-win solution). Pada umumnya sikap dan perilaku hakim menerapkan pasal 130 HIR hanya bersifat formalitas.

1. Landasan formil prosedur mediasi
Ditentukan pasal 130 HIR, pasal 145 RGB, dan MA memodifikasinya kearah yang bersifat memaksa.

Ā·     Semua diatur dalam SEMA No. 1 Tahun 2002 SEMA diterbitkan pada tanggal 30 januari 2002 yang berjudul ā€œPemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damaiā€. Penerbitan SEMA tersebut merupakan salah satu hasil Rakernas MA di Yogyakarta tanggal 24 s.d 27 september 2001. Motivasi untuk membatasi perkara kasasi secara subtantif dan prosesual. Sebab apabila peradilan tingkat pertama mmampu menyelesaikan perkara melalui perdamaian, berakibat turunya jumlah perkara pada tingkat kasasi. Disempurnakan dalam PERMA No. 2 Tahun 2002, namun hanya 1 tahun 9 bulan. Pada tanggal 11 september 2003, MA mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 sebagai penggantinya. Pasal 17 PERMA menegaskan : Surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadila tinggi pertama menerapkan lembaga damai dinyatakan tidak berlaku.

Ā·    Alasan penerbitan PERMA


Penerbita PERMA menggantikan SEMA No. 1 Tahun 2002, antara lain :

1.       Mengatasi Penumpukan Perkara
2.       SEMA No. 1 Tahun 2002belum lengkap, maka PERMA diterbitkan
3.       Pasal 130 HIR, pasal 154 RBG dianggap tidak memadai

BACA JUGA: EKSEPSI DAN BANTAHAN POKOK PERKARA

2. Lingkup intergrasi mediasai dalam sistem peradilan
Lingkup intergrasi mediasai dalam sistem peradilan yang diatur dalam PERMA, meliputi hal-hal berikut :

a.       Institusionalisasi proses mediasi dalam sistem peradilan
Ā·   Mampu mendorong para pihak merundingkan penyelesaian perkara yang lebih efektif melalui perdamaian, terdapat pasal 130 HIR, pasal 154 RBG, tetapi berpedoman proses mediasi yang bersifat memaksa.

b.      Pengertian Mediasi
Ā·       Proses penyelesaian sengketa di pengadilan melalui perundingan antara pihak yang berpekara.
Ā·       Perundingan dilakukan para pihak, dibantu mediator yang berfungsi ; sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.

c.      Yang dapat bertindak sebagai mediator

d.      Yang bertindak sebagai mediator diatur dalam pasal 1 butir 2, 5, dan 10 serta pasal 5 ayat  (1) PERMA

a.       Mediator dalam lingkup pengadilan
Ā· Daftar mediator dituangkan dalam penetapan ketua Pengadilan. Yang ditetapkan sebagai mediator : berasal dari kalangan hakim, boleh juga yang bukan hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator.
Ā·      Daftar mediator merupakan dokumen yang memuat nama-nama mediator

b.      Mediator diluar pengadilan

c.       Netral dan tidak memihak

3.      Lingkup Yurisdiksi
Lingkup Yurisdiksi adalah batasan batasan kewenangan berlakunya proses integrase mediasi dalam sistem pengadilan.


Penjabaran diatas merupakan prosedur-prosedur mediasi di pengadilan, di tulisan berikutnya kita akan mengenal tentang macam-macam Yurudiksi dalam sistem peradilan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuat Surat Izin Prakti di DPMPTSP Kab. Tangerang

Surat izin praktik (SIP) merupakan syarat wajib bagi Nakes (Tenaga Kesehatan) dan Named (Tenaga Medis) untuk melakukan praktik baik secara mandiri maupun di Fasilitas Layanan Kesehatan (fasyankes). Hal tersebut telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia dimana sudah kita bahas pada artiker sebelumnya. Untuk pembuatan surat izin praktik (SIP) mengacu pada ketentuan undang-undang No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan dimana syarat untuk mendapatkan surat izin praktik (SIP) hanya ada 2, yaitu STR yang masih berlaku dan tempat praktik. Namun kewenangan penerbitan surat izin praktik (SIP) berada pada pemerintah masing-masing daerah melalui dinas penanaman modal dan pelayanan satu pintu  (DPMPTSP) melalui sistem yang terintegrasi bersama dinas kesehatan kab./kota. Dalam proses penerbitan surat izin praktik (SIP), masing-masing pemerintah daerah mempunyai aturan syaratnya sendiri dan tak heran kita akan temui syarat yang berbeda-beda dalam proses tersebut di masing-masing ...

PERTAMBANGAN PASIR LIAR DI KLATEN

Peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dalam pembangunan, peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkatkan pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.                 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) ā€œBumi dan Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyatā€ . Untuk mengantisipasi ketentuan ini agar dapat mencapai sasaran, maka diundangkanlah Undang-undang No. 5 Tahun 1960, tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, yang populer dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), bahwa hak menguasai dari negara memberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penguasaan, persediaan dan pemeliharaan bumi dan ruang angka...

TINDAK PIDANA TERTENTU

Tindak pidana tertentu (TIPITER) Istilah tindak pidana tertentu atau TIPITER sebagaimana aturan Pasal-pasal yang dimuat dalam Buku II dan III Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), adalah meliputi tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Disebut sebagai tertentu karena tindak kejahatan yang dimaksud bukan delik pidana yang terjadi secara umum. Ada beberapa faktor diantaranya yang menjadikan sifat perbuatan menjadi tindak pidana tertentu yakni :   Faktor hubungan atau adanya kedekatan emosional antara pelaku dan korban sebelum terjadi tindak pidana. Faktor keadaan atau situasi pada tempat kejadian perkara (locus delicti).   Faktor obyek tindak pidana yang memiliki ciri khas dari kondisi umumnya. Faktor pemberatan pidana karena adanya gabungan tindak pidanan lain yang dilakukan secara bersama. BACA JUGA: YURISPRUDENSI Sebagai contoh, apabila peristiwa pencurian umum antara pelaku dan korbanya tidak pernah saling kenal atau tidak ada hubungan ke...