Perjanjian kerja
membuat suatu hubungan kerja yang mengandung perngertian bahwa pihak
pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaan berada dibawah pimpinan pihak lain yang
disebut pengusaha. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja menimbulkan
hubungan kerja yang mempunyai unsur pekerja, upah dan perintah. Unsur-unsur
tersebut adalah :
1. Adanya
unsur work atau pekerjaan
Dalam suatu
perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian),
pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin
pengusaha dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1603a yang berbunyi “Buruh wajib melakukan
sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang
ketiga menggantikannya”. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat
pribadi karena bersangkutan dengan ketrampilan atau keahliannya, maka menurut
hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi
hukum.
BACA JUGA TENTANG :
BACA JUGA TENTANG :
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
RUMUSAN KESENGAJAAN
KETENTUAN JAM LEMBUR
RUMUSAN KESENGAJAAN
KETENTUAN JAM LEMBUR
2. Adanya
unsur perintah
Manifestasi dari
pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang
bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan
hubungan lainnya, misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara
dengan klien. Hubungan tersebut merupakan hubungan kerja karena dokter,
pengacara tidak tunduk pada perintah pasien atau klien.
3. Adanya
upah
Upah memegang
peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan
bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk
memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan
tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Seperti seorang narapidana yang
diharuskan untuk melakukan pekerjaan tertentu, seorang mahasiswa perhotelan
yang sedang melakukan praktik lapangan di hotel.
4. Waktu
Tertentu
Yang hendak
ditunjuk oleh perkataan waktu tertentu atau zekere tijd sebagai unsur yang
harus ada dalam perjanjian kerja adalah bahwa hubungan kerja antara pengusaha
dan pekerja tidak berlangsung terus-menerus atau abadi. Jadi bukan waktu
tertentu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara pengusaha dengan
pekerja. Waktu tertentu tersebut dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, dapat
pula tidak ditetapkan. Di samping itu, waktu tertentu tersebut, meskipun tidak
ditetapkan dalam perjanjian kerja mungkin pula didasarkan pada peraturan perundang-undangan
atau kebiasaan.[1]
Catatan :
[1] Uwiyono
Aloysius,Siti Hajati Hoesni, Widodo Suryandono dan melania Kiswandari, Asas-asas Hukum Perburuhan, PT.
RajaGrafinfo Persada, Jakarta, Hal. 57.
Comments